Berhubungan intim bagi suami istri merupakan hal yang dianjurkan dalam Islam, karena di dalamnya terdapat pahala, dan dari sisi medis, berhubungan suami istri merupakan kebutuhan bagi setiap pasangan dan memiliki efek kesehatan yang baik untuk tubuh.
Namun, terdapat kondisi di mana seorang suami ingin berhubungan dengan istrinya, tetapi istrinya sedang dalam keadaan haid. Bagaimana cara melayani suami dalam keadaan seperti ini?
Artikel ini akan menjelaskan panduannya berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kewajiban Berbakti kepada Suami dalam Islam
Dalam ajaran Islam, seorang istri diwajibkan untuk berbakti kepada suami selama tindakan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, karena surga seorang istri terletak pada keridhaan suami.
Ini merupakan tugas dan tanggung jawab istri untuk menjaga hubungan baik dengan suami. Dalam Islam, suami dan istri adalah mitra hidup yang saling menghormati dan mendukung satu sama lain.
Hal ini sesuai dengan hadits dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ketika seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di Bulan Ramadhan, dan taat pada suaminya, Allah SWT mempersilahkan ia memasuki surga dari pintu yang mana saja.
Hukum Menolak Ajakan Suami untuk Berhubungan Intim
Dalam Islam, seorang istri tidak diperbolehkan menolak ajakan suami yang ingin berhubungan intim dengannya, kecuali jika suami mengajaknya dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan oleh syariat Islam, seperti berhubungan melalui lubang belakang (dubur).
Larangan menolak ajakan suami tercantum dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim (No. 2595):
مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهَا فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Tidaklah seorang suami mengajak istrinya ke ranjang (untuk bersenggama) sedangkan dia enggan, melainkan yang ada di langit murka kepadanya sampai suaminya memaafkannya.”
Dan hadits riwayat Abu Dawud (No. 1829):
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَلَمْ تَأْتِهِ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang laki-laki memanggil isterinya ke ranjangnya (mengajak melakukan hubungan badan), kemudian sang istri menolak dan tidak datang kepadanya sehingga suaminya melewati malam (tidur) dalam keadaan marah, maka Malaikat akan melaknatnya hingga pagi.”
Oleh karena itu, seorang istri harus selalu siap ketika suami membutuhkannya.
Cara Melayani Suami Ketika Istri dalam Keadaan Haid
Bagaimana jika suami memiliki kebutuhan hubungan biologis sedangkan istri sedang dalam keadaan haid?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan panduan terkait ini yang tercantum dalam hadits riwayat Imam Malik (No. 114):
مَا يَحِلُّ لِي مِنْ امْرَأَتِي وَهِيَ حَائِضٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِتَشُدَّ عَلَيْهَا إِزَارَهَا ثُمَّ شَأْنَكَ بِأَعْلَاهَا
“Saat isteriku haid, apa yang boleh aku lakukan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Suruh dia mengikat sarungnya, setelah itu terserah kamu dengan bagian atasnya.“
Hal serupa terdapat dalam hadits riwayat Abu Dawud (No. 183):
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنْ امْرَأَتِهِ وَهِيَ حَائِضٌ قَالَ فَقَالَ مَا فَوْقَ الْإِزَارِ وَالتَّعَفُّفُ عَنْ ذَلِكَ أَفْضَلُ
Dari Mu’adz bin Jabal saya pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang apa yang dibolehkan bagi seorang suami terhadap istrinya yang sedang haid. Maka beliau menjawab: “Boleh apa yang ada di atas kain (selain jimak), namun menahan diri dari hal tersebut adalah lebih utama.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh sang istri untuk mengikat atau menutup area kewanitaannya menggunakan kain, agar tidak terjadi pertemuan antara kemaluan laki-laki dan perempuan.
Dengan melakukan ini, suami dan istri dapat menjaga kewaspadaan dan menjalani syariat Islam dengan benar. Selain itu, suami boleh melakukan apapun selama dilakukan di atas kain penutup tersebut, dengan tetap menjaga etika dan batasan agama.
Kesimpulan
Bagi seorang istri, sudah menjadi kewajiban untuk berbakti dan melayani suami, karena ini merupakan perintah agama. Termasuk dalam kewajiban ini adalah kewajiban untuk melayani suami walaupun istri dalam keadaan haid, dan suami memiliki kebutuhan untuk berhubungan badan dengannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan panduan agar istri mengikat atau menutup bagian kewanitaannya, kemudian suami boleh melakukan apapun selama dilakukan di atas kain penutup tersebut.
Meskipun panduan telah diajarkan oleh Rasulullah, penting untuk menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara suami dan istri. Sebaiknya pasangan suami istri selalu terbuka untuk berbicara dan memahami satu sama lain, terutama jika situasi seperti ini muncul.
Dengan berkomunikasi yang baik, suami dapat lebih memahami perasaan dan kebutuhan istrinya, sementara sang istri tetap dapat melayani suaminya dengan baik, menjaga keharmonisan dalam hubungan pernikahan sesuai dengan tuntunan agama Islam.
Wallahu a’lam.