Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh seluruh umat Islam yang mampu, baik secara fisik maupun finansial.
Sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT, ibadah haji memiliki nilai spiritual yang sangat tinggi dan menjadi impian bagi setiap Muslim untuk dapat melaksanakannya setidaknya sekali seumur hidup.
Namun, untuk menyempurnakan ibadah haji, seorang Muslim harus memahami dan melaksanakan rukun-rukun haji dengan benar.
Rukun haji adalah serangkaian amalan yang wajib dilakukan selama pelaksanaan ibadah haji. Apabila salah satu rukun haji tidak terpenuhi atau tidak dilaksanakan dengan sempurna, maka ibadah hajinya dianggap tidak sah.
Oleh karena itu, penting bagi setiap calon jamaah haji untuk memahami secara mendalam mengenai 6 rukun haji dan tata cara pelaksanaannya. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan setiap jamaah dapat melaksanakan ibadah haji dengan khusyuk dan memperoleh haji yang mabrur.
Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai 6 rukun haji, mulai dari pengertian, tata cara pelaksanaan, hingga makna dan hikmah di balik setiap rukunnya. Selain itu, akan dijelaskan pula perbedaan antara rukun haji dengan wajib haji, serta konsekuensi apabila ada rukun haji yang ditinggalkan.
Dengan demikian, diharapkan artikel ini dapat menjadi panduan yang bermanfaat bagi para calon jamaah haji dalam mempersiapkan diri dan melaksanakan ibadah haji dengan sempurna.
1. Ihram
Ihram adalah niat untuk memulai mengerjakan rangkaian ibadah haji atau umrah dengan memakai pakaian ihram disertai dengan niat haji atau umrah di miqat.
Imam Nawawi berkata dalam kitab Al-Syabah wan Nadha’ir bahwa “ihram adalah berniat masuk ke dalam pelaksanaan haji atau umrah.”
Bagi laki-laki, pakaian ihram terdiri dari dua helai kain putih yang tidak dijahit, sedangkan bagi perempuan, pakaian ihram berupa pakaian yang menutup aurat kecuali wajah dan telapak tangan.
Saat berihram, ada beberapa larangan yang harus dipatuhi, seperti tidak boleh memotong kuku dan rambut, tidak boleh memakai wangi-wangian, tidak boleh berburu binatang, dan tidak boleh melakukan hubungan suami istri.
2. Wukuf di Arafah
Wukuf adalah berdiam diri dan berdoa di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Jemaah haji boleh berwukuf di area mana saja selama masih masuk ke dalam wilayah Arafah, baik itu di sisi-sisinya, di tanah datarnya, di padangnya atau di lembah-lembahnya.
Sampai kapan berdiam di Arafah?
Menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i, waktu wukuf dimulai dari tergelincirnya matahari pada 9 Dzulhijjah sampai terbitnya fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah. Imam Ibnu Abdul Barr menjelaskan bahwa ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Wukuf di Arafah memiliki makna spiritual yang sangat mendalam. Di tempat ini, Nabi Adam dan Siti Hawa dipertemukan kembali setelah diturunkan ke bumi. Wukuf juga merupakan simbol dari Padang Mahsyar, tempat manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat.
Baca juga: Apa itu Jabal Rahmah? Begini Sejarahnya
3. Thawaf Ifadhah
Thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali, di lakukan setelah melempar jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Dalam pelaksanaan thawaf, pada jemaah harus memperhatikan syarat-syaratnya seperti menutup aurat, suci dari hadats kecil maupun besar, pastikan berkeliling sebanyak 7 kali putaran dan berkeliling berlawanan dengan arah jarum jam (Ka’bah di sebelah kiri).
Thawaf merupakan simbol dari penghambaan manusia kepada Allah SWT. Dengan mengelilingi Ka’bah, jamaah haji mengakui keesaan Allah dan menyatakan diri sebagai hamba yang tunduk dan patuh kepada-Nya.
Baca juga: Jenis-Jenis Thawaf dan Penjelasannya (6 Jenis Thawaf)
4. Sa’i
Sa’i adalah berjalan atau berlaku-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali dan dilakukan setelah thawaf Ifadhah.
Jarak antara bukit Shafa dan Marwah kurang lebih sekitar 400 meter atau total jarak sa’i adalah sekitar 2,8 kilometer.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal yang disunnahkan, seperti:
- Bagi laki-laki berjalan tanpa alas kaki kecuali ada udzur syar’i.
- Suci dari hadats kecil maupun hadats besar.
- Memperbanyak bacaan doa.
- Khusyuk dan tidak bercakap-cakap.
Sa’i merupakan simbol dari perjuangan Siti Hajar mencari air untuk putranya, Nabi Ismail. Sa’i mengajarkan kepada kita tentang pentingnya berusaha dan berdoa dalam menghadapi kesulitan hidup.
5. Tahallul
Tahallul adalah mencukur atau memotong rambut. Tahallul dilakukan setelah melontar jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Tahallul menandai berakhirnya ihram dan diperbolehkannya melakukan beberapa hal yang sebelumnya dilarang selama ihram.
Bagaimana caranya?
Untuk laki-laki, lebih dianjurkan untuk bercukup sempurna (gundul), atau boleh juga memotong rambut sepertiga jari bagian atas atau kurang dari itu.
Untuk perempuan, hanya boleh memotong sebagian rambutnya kemudian memotongnya sepanjang satu ruas jari.
6. Tertib
Tertib adalah melaksanakan rukun haji secara berurutan sesuai dengan urutan yang telah ditetapkan. Rukun haji harus dilaksanakan secara tertib, tidak boleh mendahulukan atau mengakhirkan salah satu rukun tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat.
Tertib merupakan syarat sahnya ibadah haji. Jika salah satu rukun haji tidak dilaksanakan secara tertib, maka ibadah hajinya tidak sah dan harus diulang kembali pada tahun berikutnya.
Dengan memahami dan melaksanakan 6 rukun haji dengan benar, diharapkan setiap jamaah dapat melaksanakan ibadah haji dengan khusyuk dan memperoleh haji yang mabrur.
Memahami dan melaksanakan 6 rukun haji dengan benar adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang ingin menyempurnakan ibadah hajinya. Rukun-rukun tersebut bukan sekadar ritual fisik, melainkan mengandung makna spiritual yang mendalam dan mengajarkan nilai-nilai penting dalam kehidupan, seperti ketaatan, kesabaran, pengorbanan, dan keikhlasan.
Dengan memahami esensi dari setiap rukun haji, diharapkan setiap jamaah dapat melaksanakan ibadah haji dengan penuh kesadaran dan kekhusyukan. Semoga artikel ini dapat menjadi panduan yang bermanfaat bagi para calon jamaah haji dalam mempersiapkan diri dan melaksanakan ibadah haji dengan sempurna, sehingga memperoleh haji yang mabrur, haji yang diterima oleh Allah SWT.
===
Referensi:
– Ensiklopedia Fiqih Haji & Umrah karya Gus Arifin
– Atlas Ibadah Haji dan Umrah karya Ust. Ahmad Zacky el-Syafa