Puasa Ramadhan merupakan puasa yang wajib kita laksanakan, karena Allah SWT memerintahkan kita untuk berpuasa di Bulan Ramadhan melalui firman-Nya pada QS. Al Baqarah: 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Puasa Ramadhan memiliki banyak keutamaan, sehingga kalau kita tidak sempat puasa saat bulan Ramadhan, entah itu karena sakit atau sedang bepergian, kita diharuskan untuk mengganti puasa tersebut di hari lain.
Pada artikel ini, kita akan membahas kapan sebaiknya seseorang mengganti puasa Ramadhan? Apakah di Bulan Syawal, atau boleh sampai nanti mendekati bulan Ramadhan berikutnya.
Kita akan membahasnya berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan penjelasan para ulama.
Dalil Tentang Kewajiban Mengganti Puasa Ramadhan
Kewajiban mengganti puasa di hari lain tercantum pada QS. Al Baqarah: 184:
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Kemudian ada hadits yang menjelaskan hal serupa yaitu hadits dari Abu Salamah, dia berkata bahwa dirinya mendengar Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Aku masih punya hutang puasa Ramadlan. Tetapi aku belum membayarnya sehingga tiba bulan Sya’ban, barulah kubayar, berhubungan dengan kesibukanku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Hadits Riwayat Muslim No. 1933)
Penjelasan
Ada dua pertanyaan mendasar terkait mengganti puasa Ramadhan atau qadha.
Pertama, apakah menggantinya harus secara berturut-turut atau boleh terpisah-pisah.
Misalkan ada seseorang yang meninggalkan puasa selama 3 hari, apakah harus mengganti selama 3 hari berturut-turut atau boleh terpisah misal bulan depan 1 hari, 2 hari berikutnya di hari atau bulan yang lain.
Kedua, apakah mengganti puasa Ramadhan harus segera dilakukan setelah Bulan Ramadhan selesai atau boleh ditunda sampai bulan yang lain.
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita simak penjelasan para ulama berikut ini.
Menurut Ibnu Al Manayyar, merujuk pada firman Allah di QS Al Baqarah: 185 yang menyebutkan ‘Berpuasa sebanyak yang ditinggalkan pada hari-hari lain’ itu berarti mengganti puasa boleh dilakukan secara terpisah-pisah, tidak perlu berturut-turut.
Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Kitab Fathul Baari Jilid 11 Bab Puasa No. 40 mengatakan bahwa diperbolehkan menunda dalam mengganti puasa dan boleh dilaksanakan secara terpisah-pisah (tidak berturut-turut), dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Ad Daruquthni dalam Kitab Fawa’id Ahmad bin Syabib menjelaskan bahwa boleh mengganti puasa Ramadhan secara terpisah-pisah dan boleh menundanya di waktu yang kita tentukan asalkan kita dapat memastikan jumlah hari yang kita tinggalkan, jangan sampai kurang.
Ada pun ulama yang yang berpendapat bahwa mengganti puasa harus dilakukan secara berturut-turut adalah Ibnu Mundzir.
Bolehkah Puasa Sunnah Jika Masih Ada Utang Puasa Ramadhan?
Abdurrazzaq meriwayatkan dari Abu Hurairah, ada seorang laki-laki berkata kepadanya bahwa ia masih memiliki tanggungan atau utang puasa Ramadhan beberapa hari, kemudian ia bertanya apakah boleh mengerjakan puasa 10 hari Bulan Dzulhijjah walaupun memiliki utang puasa Ramadhan.
Abu Hurairah tidak memperbolehkan hal tersebut, ia memerintahkan agar laki-laki ini mendahulukan hak Allah (mengganti puasa Ramadhan) kemudian baru mengerjakan amalan sunnah. Pendapat yang sama juga pernah disampaikan oleh Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Namun, Ibnu Mundzir mengatakan bahwa hadits tersebut memiliki jalur periwayatan yang lemah.
Kesimpulan
Kapan sebaiknya mengganti utang puasa Ramadhan? Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat mengganti puasa Ramadhan kapan saja dan tidak harus dilakukan secara berturut-turut, asalkan kita mengingat jumlah utang puasa kita.
Namun, sangat dianjurkan untuk menggantinya secepat mungkin dan berturut-turut jika kita tidak memiliki kesibukan yang menghalangi kita mengganti puasa Ramadhan tersebut, karena hal ini lebih utama.
Wallahu a’lam.