Aqiqah adalah salah satu bentuk ibadah dalam Islam yang dilakukan sebagai tanda syukur atas kelahiran seorang anak.
Dalam praktiknya, aqiqah dilaksanakan dengan menyembelih hewan, biasanya kambing, sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT di waktu aqiqah yang telah ditentukan.
Namun, ada beberapa kebiasaan masyarakat khususnya di Indonesia yang turut menyertai pelaksanaan aqiqah, seperti pengajian misalnya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah pengajian merupakan bagian dari tata cara aqiqah yang wajib?
Memahami tata cara aqiqah yang benar menjadi penting agar ibadah ini dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat Islam dan tidak tercampur dengan adat atau kebiasaan yang tidak diajarkan dalam agama.
Artikel ini akan menjelaskan apakah aqiqah sah dilakukan tanpa pengajian dan bagaimana tata cara aqiqah yang benar menurut ajaran Islam.
Hukum Melaksanakan Aqiqah
Aqiqah disyariatkan dalam Islam sebagai sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Artinya: “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuhnya, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud no. 2455).
Berdasarkan hadits ini, para ulama sepakat bahwa aqiqah adalah sunnah yang sangat dianjurkan, tetapi tidak wajib.
Artinya, orang tua yang mampu disunnahkan untuk melaksanakan aqiqah, namun jika tidak melaksanakannya, tidak berdosa.
Lalu, apakah pengajian merupakan bagian dari kewajiban aqiqah?
Dalam ajaran Islam, tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa pengajian merupakan syarat sahnya aqiqah. Pengajian lebih sering menjadi bagian dari tradisi masyarakat tertentu dan bukan tuntunan syariat.
Pengajian dalam Aqiqah: Adat atau Syariat?
Pengajian dalam rangkaian acara aqiqah sering dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Namun, hal ini lebih bersifat adat daripada syariat.
Adat ini mungkin berkembang dari keinginan untuk memperbanyak doa dan keberkahan melalui pembacaan doa bersama atau tausiyah.
Dalam Islam, perbedaan antara adat dan syariat harus jelas. Ibadah aqiqah memiliki panduan yang sudah ditetapkan, yaitu penyembelihan kambing untuk aqiqah sebagai tanda syukur.
Jika seseorang mengadakan pengajian dalam rangka aqiqah, maka itu termasuk kategori adat atau kebiasaan setempat yang sah-sah saja dilakukan, selama tidak dianggap sebagai suatu kewajiban agama.
Pengajian dalam aqiqah tidaklah wajib dan tidak termasuk dalam syarat sahnya aqiqah.
Panduan Praktis Pelaksanaan Aqiqah Tanpa Pengajian
Bagi keluarga yang ingin melaksanakan aqiqah tetapi tidak memiliki waktu atau sumber daya untuk mengadakan pengajian, pelaksanaan aqiqah tetap sah dan sesuai syariat.
Berikut adalah panduan praktis untuk melaksanakan aqiqah tanpa pengajian:
- Menyembelih Hewan: Aqiqah dilakukan dengan menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Doa Bersama Keluarga: Meski tanpa pengajian, Anda bisa tetap melibatkan keluarga dekat untuk bersama-sama mendoakan anak yang baru lahir. Membaca doa-doa syukur setelah penyembelihan merupakan cara yang sederhana dan bermakna.
- Distribusi Daging Aqiqah: Bagikan daging aqiqah kepada kerabat, tetangga, dan orang-orang yang membutuhkan. Sebagian ulama menyarankan agar daging aqiqah dimasak terlebih dahulu sebelum dibagikan.
Dengan langkah-langkah sederhana ini, aqiqah sudah dapat terlaksana dengan sah tanpa harus mengadakan pengajian besar.
Kesimpulan
Aqiqah adalah sunnah muakkadah yang dianjurkan bagi orang tua yang mampu, namun tidak ada kewajiban untuk mengadakan pengajian dalam pelaksanaannya.
Pengajian lebih merupakan adat dan tidak memengaruhi sah atau tidaknya aqiqah.
Dalam melaksanakan ibadah, yang terpenting adalah niat yang tulus dan kesederhanaan, selama tetap sesuai dengan syariat.
Aqiqah bisa dilaksanakan dengan cara yang sederhana namun tetap khidmat dan penuh makna, meskipun tanpa pengajian.