Masa kehamilan adalah salah satu momen paling berharga dalam kehidupan sebuah keluarga.
Setiap detik yang berlalu, setiap denyut jantung yang terdengar, menandakan hadirnya kehidupan baru yang penuh harapan.
Dalam Islam, kehamilan bukan hanya sekadar proses biologis, tetapi juga merupakan anugerah dari Allah SWT yang patut disyukuri. Melalui kehamilan, pasangan suami istri diberi kesempatan untuk merasakan keajaiban dan tanggung jawab sebagai orang tua.
Namun, di tengah kebahagiaan ini, banyak pasangan yang mungkin merasa bingung, terutama ketika memasuki usia kehamilan 4 bulan.
Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah: “Apakah kami sebaiknya melaksanakan syukuran atau pengajian?”
Pertanyaan ini bisa menimbulkan dilema, terutama dengan beragam pandangan dan tradisi yang ada. Beberapa mungkin merasa khawatir tentang hukum dan etika dalam agama, sementara yang lain mungkin merasa tertekan untuk mengikuti tradisi tertentu.
Dalam artikel ini kita akan membahas sekaligus menjawab kebingungan tersebut bedasarkan penjelasan para ustadz dan ulama seperti Ust. Khalid Basalamah, Ust. Abdul Somad dan Buya Yahya.
Penjelasan Ust. Abdul Somad, Lc.
Ust. Abdul Somad, Lc., dalam salah satu sesi tanya jawab yang diunggah di YouTube, menjelaskan bahwa acara 4 bulanan atau 7 bulanan dalam konteks kehamilan sebenarnya merupakan bentuk ungkapan doa dan rasa syukur kepada Allah SWT atas anugerah kehamilan yang sedang dijalani.
Beliau menekankan bahwa kegiatan ini bukanlah sebuah kewajiban, tetapi lebih kepada tradisi yang mengandung makna positif dalam mengekspresikan syukur kepada Allah SWT.
Beliau juga menyarankan bahwa dalam pelaksanaannya, biasanya ada pembacaan Al-Qur’an, khususnya Surah Yusuf. Surah ini dipilih karena mengandung pelajaran berharga tentang iman dan ketakwaan.
Dengan dibacakannya Surat Yusuf, semoga anak yang sedang dikandung memiliki iman yang kuat seperti Nabi Yusuf.
Penjelasan Buya Yahya
Dalam video tanya jawab yang diunggah di YouTube, Buya Yahya memberikan pandangan yang seimbang mengenai pelaksanaan syukuran 4 bulanan.
Beliau menegaskan bahwa jika acara tersebut diniatkan sebagai ungkapan syukur kepada Allah, maka hal ini diperbolehkan dalam Islam. Niat yang tulus untuk bersyukur atas anugerah kehamilan yang telah diberikan adalah inti dari pelaksanaan syukuran ini.
Buya Yahya juga menjelaskan bahwa banyak orang yang meyakini bahwa pada usia kehamilan 4 bulan, bayi dalam kandungan telah diberikan ruh atau kehidupan.
Jika keluarga melaksanakan syukuran dengan keyakinan tersebut dan bertujuan untuk bersyukur, maka kegiatan ini dapat dianggap sah.
Namun, beliau menekankan pentingnya niat yang benar, yaitu semata-mata untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT.
Di sisi lain, Buya Yahya juga mengingatkan tentang etika dalam pelaksanaan syukuran. Beliau menyoroti beberapa praktik yang perlu diperhatikan, seperti sebaiknya tidak melakukan kegiatan yang dapat membuka aurat, misalnya memandikan ibu hamil di depan umum.
Mandi sebaiknya dilakukan di dalam kamar mandi, bukan di tempat yang terbuka, untuk menjaga kesopanan dan aurat.
Selanjutnya, Buya Yahya menekankan bahwa syukuran ini harus dilakukan dengan niat yang murni. Jika tujuannya bukan semata-mata untuk bersyukur kepada Allah, maka pelaksanaan tersebut tidak dibenarkan.
Penjelasan Ust. Khalid Basalamah
Dalam salah satu video tanya jawab yang diunggah di YouTube, Ust. Khalid Basalamah menyampaikan pandangannya mengenai hukum syukuran 4 bulanan.
Beliau menegaskan bahwa dalam syariat Islam tidak terdapat ketentuan yang mewajibkan pelaksanaan syukuran pada usia kehamilan tertentu, baik itu 4 bulan maupun 7 bulan.
Hal ini menunjukkan bahwa syukuran semacam ini bukanlah suatu keharusan dalam agama.
Sebagai alternatif, beliau menyarankan agar pasangan suami istri cukup melakukan sujud syukur kepada Allah sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah kehamilan yang telah diberikan.
Sujud syukur adalah salah satu cara yang dianjurkan dalam Islam untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada Allah, dan ini dapat dilakukan kapan saja, termasuk ketika mendengar kabar bahagia tentang kehamilan.
Lebih lanjut, Ust. Khalid juga menekankan pentingnya beribadah kepada Allah dan berdoa, khususnya agar anak yang akan lahir kelak menjadi anak yang sholeh.
Ibadah dan doa adalah dua aspek utama yang dapat mendatangkan keberkahan dan kebahagiaan dalam kehidupan keluarga.
Dengan demikian, alih-alih terfokus pada pelaksanaan syukuran yang bersifat ritual, lebih baik pasangan hamil berfokus pada penguatan iman dan ibadah, serta memanjatkan doa untuk keselamatan dan kebaikan anak yang akan lahir.
Kesimpulan
Dari ketiga pendapat yang disampaikan oleh Ust. Abdul Somad, Lc., Buya Yahya, dan Ust. Khalid Basalamah, dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan syukuran pada usia kehamilan 4 bulan tidak memiliki ketentuan syariat yang mewajibkan.
Ust. Abdul Somad menekankan bahwa acara ini merupakan bentuk ungkapan doa dan rasa syukur yang boleh dilakukan sebagai tradisi, dengan saran pembacaan Surah Yusuf untuk menanamkan iman pada anak yang dikandung.
Buya Yahya mendukung pandangan ini, menyatakan bahwa niat yang tulus untuk bersyukur sangat penting. Jika acara syukuran dilakukan dengan tujuan untuk mengucapkan syukur kepada Allah, maka hal ini dapat dianggap sah, dengan perhatian terhadap etika pelaksanaan yang menjaga aurat.
Sementara itu, Ust. Khalid Basalamah menegaskan bahwa tidak ada kewajiban syariat untuk melaksanakan syukuran ini, dan sujud syukur kepada Allah sudah cukup sebagai ungkapan terima kasih. Beliau mengingatkan bahwa ibadah dan doa untuk kebaikan anak yang akan lahir adalah aspek yang lebih utama.
Secara keseluruhan, yang paling penting dalam pelaksanaan syukuran ini adalah niat yang murni. Pasangan suami istri disarankan untuk fokus pada niat tersebut, penguatan iman, dan memanjatkan doa dalam menghadapi momen bahagia ini, sambil tetap menjaga etika dan nilai-nilai keagamaan.