Dalam Islam, seorang istri berkewajiban untuk menaati suami selama perintah suaminya tidak melanggar syariat.
Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Namun, bagaimana jika seorang istri sedang berpuasa dan suami menginginkan dia untuk melayaninya (berhubungan intim), apakah puasanya boleh dibatalkan atau tidak?
Dalam artikel ini, kita akan menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan pandangan para ulama.
Bolehkah Membatalkan Puasa untuk Melayani Suami?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu diingat ada dua jenis puasa yang biasa kita lakukan, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah.
Puasa wajib, seperti puasa Ramadhan, puasa qadha (mengganti Ramadhan) atau puasa nazar, adalah puasa yang hukumnya harus dilaksanakan oleh setiap muslim. Puasa wajib ini memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada puasa sunnah.
Puasa sunnah, seperti puasa senin kamis, dan puasa sunnah lainnya, adalah puasa yang hukumnya dianjurkan untuk dilaksanakan, tetapi tidak wajib.
Jadi pertanyaan bolehkah membatalkan puasa untuk melayani suami, jawabannya adalah: tergantung pada jenis puasa yang sedang dilakukan, puasa wajib atau puasa sunnah.
Jika puasa yang sedang dilakukan adalah puasa wajib, seperti puasa Ramadhan, puasa qadha (mengganti Ramadhan) atau puasa nazar, maka seorang istri tidak boleh membatalkan puasanya walaupun suami meminta dia untuk melayaninya.
Hal ini karena puasa wajib adalah perintah Allah SWT, dan perintah suami menjadi nomor dua. Perintah wajib dari Allah adalah prioritas, sehingga istri boleh menolak untuk melayani suami di saat kondisi seperti ini.
Apalagi jika puasa yang sedang dijalani adalah puasa Ramadhan, karena berhubungan suami istri di siang hari dapat membatalkan puasa mereka.
Namun, jika puasa yang sedang dilaksanakan adalah puasa sunnah, seperti puasa senin kamis, dan puasa sunnah lainnya, maka seorang istri boleh membatalkan puasanya untuk melayani suaminya. Hal ini karena status puasa yang sedang dilakukan adalah sunnah bukan wajib.
Dalam Islam, seorang istri yang ingin melaksanakan puasa sunnah memang dianjurkan untuk meminta izin suami kalau ia sedang berada di rumah, karena suami bisa saja tiba-tiba meminta istrinya untuk melayani dirinya.
Maka melayani suami adalah hal yang menjadi prioritas karena hukumnya wajib, dan puasa sunnah menjadi nomor dua karena hukumnya sunnah.
Intinya, jika ada dua amalan wajib dan sunnah, maka amalan wajib harus menjadi prioritas kemudian barulah amalan yang sunnah.
Puasa Ramadhan, qadha dan nazar adalah sesuatu yang hukumnya wajib karena ini merupakan perintah Allah SWT, dan melayani suami ketika sedang melaksanakan puasa wajib ini menjadi nomor dua, perintah Allah lebih tinggi dari apapun.
Puasa senin kamis, ayyamul bidh dan puasa sunnah lainnya memiliki status hukum sunnah, dan melayani suami ketika sedang melaksanakan puasa sunnah adalah wajib, maka seorang istri boleh membatalkan puasanya untuk melayani suaminya.
Kesimpulan
Hukum membatalkan puasa untuk melayani suami diperbolehkan jika puasa yang sedang dilakukan adalah puasa sunnah.
Namun jika puasa yang sedang dilaksanakan adalah puasa wajib, maka tidak diperbolehkan membatalkan puasanya sekalipun suami memerintahkan istri untuk melayaninya.
Wallahu a’lam.